Hello, Patrick!


Sejak SMA, gue memang suka bergaul dengan kakak kelas. Lebih tepatnya, gue sering menemukan hal yang lebih asik dan menarik jika bergaul dengan orang-orang yang usianya lebih tua. Entah itu dari topik obrolan, cara mereka berkomunikasi, dan yang lainnya. Paling seringnya, gue lebih tertarik dengan bagaimana cara pola pikir orang-orang yang lebih dulu beberapa tahun hidup dibanding gue.

Gue bisa betah hanya mendengarkan orang-orang itu berbicara tentang pengalaman terdahulu, yang di akhir kalimatnya nanti berisi nasihat dan wejangan berarti yang bisa gue pelajari. Lumayan, enggak harus sewa motivator atau ikut seminar dulu supaya bisa dapat nasihat dari para tetua.

୨୧

Cuaca panas yang enggak pernah absen menyinari wilayah pesisir priangan timur di hari itu, membuat beberapa warga pendatang—yang kurang akrab dengan cuaca panas sebelumnya—berhamburan mengerubungi tukang buah segar yang kesegerannya terasa dalam radius beberapa meter.

Biasanya gue memang malas kalau harus jajan di sela istirahat, untung masih ada beberapa teman gue yang mau dititipi kalau gue ingin jajan. Tapi kali ini, selain teman-teman gue yang harus bersyukur karena mereka enggak harus repot dititipi jajanan, gue juga bersyukur di hari itu karena berkat terlepas dari kata malas, gue bisa bertemu dengan salah satu kakak kelas yang sampai sekarang menjadi teman dekat; Patrick aka Teh Rizka.

Ceritanya, awal mula bertemu dan memulai percakapan adalah saat gue mendekati tukang buah segar yang seperti biasa dikerubungi oleh beberapa mahasiswa. Cukup lupa siapa yang memulai percakapan, yang pasti obrolan gue dengan Teh Rizka berlanjut sampai di LINE.

Kesan perempuan baik hati adalah salah satu impresi yang tersirat selama gue mengobrol intens dengan Teh Rizka. Entah di bagian dimensi mana yang dunianya sudah gue selamatkan, sampai-sampai gue bisa bertemu dan berteman baik dengan perempuan yang walaupun diam aja, sudah bisa memancarkan aura positifnya.

Saat itu, gue jadi lebih sering mengobrol dengan Teh Rizka karena dia bisa menjadi salah satu teman gue untuk belajar bareng bahasa Inggris. Kalau lagi bersama dan berbicara, gue kadang berpikir kalau Teh Rizka lebih cocok menjadi guru atau pengajar karena hatinya yang lembut dan kelewat sabar kalau sudah meladeni sesuatu. Tapi, saat ditanya, sebelumnya dia ingin jadi dokter. Kalau cita-cita satu itu terkabul, mungkin dia bakal menjadi dokter idaman para pasien di rumah sakit. Hahahaha.

୨୧

Pertemuan gue dengan Teh Rizka memang terjadi dengan tiba-tiba dan enggak disengaja. Tapi, gue sangat menyukuri prosesi awal itu. Semakin waktu berlalu, gue semakin senang dan nyaman bisa menghabiskan waktu dengan dia. Banyak hal positif yang gue dapat, tapi paling banyaknya yang gue dapatkan adalah kesenangan dan kebahagiaan. Hitung-hitung bisa merasakan rasanya punya kakak perempuan. Hehe.

Last, but not least...
Hello, Patrick! Kita doa sama-sama, ya, supaya pandemi cepat berakhir, agar kita bisa bertemu dan jalan-jalan lagi! Kalau bisa, aku pengen bersepeda sama-sama ke pantai lagi sambil nyunset.
Walaupun nanti kehidupan kita semakin berjauhan, I promise I will always be a Spongebob for your Patrick. I love you!

Komentar