First Timer Backpackeran ke Malang


Kalau ditanya apa gue suka traveling atau enggak, gue mungkin bakal jawab enggak. Lebih tepatnya kemungkinan enggak bakal gue jadikan hobi. Bukan berarti enggak suka juga, siapa pula yang enggak suka jalan-jalan.

Alasannya simple; gue anak rumahan. Lebih sukanya ngabisin waktu rebahan di rumah atau jalan-jalan di dunia maya. Sebenernya kalau diajak jalan-jalan apalagi ke luar kota, gue enggak akan nolak. Apalagi kalau gratis. Cuma, ya, gue enggak akan inisiatif sendiri melakukan perjalanan itu. Lebih seringnya nunggu diajak sama teman atau keluarga. Alasan lain karena gue itu ribet. Kalau jalan-jalan keluar kota, barang bawaan yang gue bawa sudah kayak mau keluar pulau.

୨୧

Dari kecil, keluarga besar gue punya semacam ritual saat liburan sekolah. Gue dan kakak gue bakal nginap di rumah sepupu gue selama masa liburan, begitu sebaliknya. Jadi, setiap tahun sudah biasa tukeran, kadang liburan di Bogor atau kadang di Banten. Iya, pilihannya memang cuma dua kota itu aja karena sepupu gue yang lain tempatnya jauh-jauh semua. Kalau mau ketemu dengan formasi lengkap biasanya cuma saat pulang kampung lebaran aja.

Di tahun 2019 kemarin (iya tulisan ini nyeritain kisah jalan-jalan gue di tahun kemarin), salah satu sepupu gue yang jauh, punya kesempatan main ke rumah gue di Bogor. Kalau dulu saat masih kecil dia pasti dianter sama ibunya, kali ini dia nekat berangkat sendirian. Jadi, ya, kalau dulu liburannya cuma begitu-begitu aja karena bawa orang tua, kali ini gue bisa bebas ke mana-mana berdua sama sepupu gue itu. (Girls time!)


Sepupu gue ini usianya masih muda, belum punya pengalaman bepergian jauh ke mana-mana sendirian, makanya saat dia bilang mau nekat pergi sendirian ke Bogor, keluarga jadi khawatir. Akhirnya saat dia balik kampung ke Madiun, gue disuruh anter dia supaya keluarga enggak khawatir kedua kalinya. Hahahaha.

Ya, gue, sih, enggak nolak. Karena saat itu memang lagi libur kuliah juga, jadi, sekalian aja liburan dadakan. Lumayan gue refreshing satu minggu di kampung enggak ngapa-ngapain dan enggak harus ketemu hiruk pikuk di kota.

Setelah beberapa hari di kampung, entah kesambet setan dari mana, gue memutuskan buat lanjut melakukan trip ke Malang sebelum pulang ke Bogor. Kampung gue masih satu provinsi dengan Malang, jadi, gue cuma cukup pesan tiket kereta dan juga hotel buat pergi ke sana.

୨୧

"Yang dadakan memang selalu jadi." kata orang-orang, sih, begitu. Sebenernya sedikit bertentangan dengan prinsip gue yang apa-apa harus direncanain dulu, tapi kali ini gue blunder. Enggak punya perencanaan matang dari awal dan juga gue setuju sama kalimat itu, rencananya dadakan, tapi akhirnya jadi juga.

(Seharusnya banyak dokumentasi yang bisa gue semat sepanjang tulisan ini, tapi memori gue semuanya ke-format, jadi, cuma sisa beberapa foto aja. Sedih. T_T)

Waktu itu gue berangkat setelah subuh dari Madiun, diantar sama Om gue langsung menuju ke stasiun Madiun. Sampai di sana tepat waktu dan enggak terlalu nunggu lama sampai keretanya datang. Gue agak sedikit gugup, sih, karena ini juga jadi pengalaman pertama gue naik kereta jarak jauh sendirian. Tiket yang gue pesan ini tiket untuk kelas ekonomi, jadi, sudah bisa gue bayangkan bakal ada orang lain yang bakal duduk sebelah gue.

Selama perjalanan gue banyak tidur karena ternyata gerbongnya enggak terlalu penuh. Jadi, gue punya seat lebih buat taruh barang dan cari kenyamanan buat tidur. Sampai di stasiun tujuan, stasiun Malang Kota, gue langsung menuju ke hotel yang sudah gue pesan sebelumnya. Gue memilih hotel yang memang jaraknya enggak begitu jauh dengan stasiun, jadi, perjalanan ke sana gue putuskan buat naik becak. Lumayan, lah, sambil nikmatin angin sepoi-sepoi Malang.

Karena gue sampai hotelnya sebelum jam 2 siang, which is gue belum bisa check-in hotel di jam itu, akhirnya gue memutuskan buat jalan-jalan sambil cari makan siang. Sebelum ke Malang, gue memang sudah research sedikit tentang destinasi wisata yang bakal gue kunjungi dan juga beberapa rekomendasi kuliner di sana. Untungnya hotel tempat gue nginap cukup strategis. Jadi, gue masih bisa berjalan kaki kalau mau ke mana-mana.

Tempat makan siang yang gue tuju saat itu—kebetulan karena dekat dengan hotel—adalah Warung Sate Gebug 1920. Biasanya gue kalau makan sate itu sore atau enggak malem, tapi kali ini gue makan satenya siang. Awalnya gue takut enggak kenyang, sih, karena gue ngebayanginnya itu ya kayak sate biasa sepuluh tusuk dan cuma pakai lontong. Makanya, yang punya tempat makannya kaget banget pas gue bilang mau pesan satenya sepuluh tusuk. Karena ternyata, sate gebug ini ukuran satu tusuknya sudah bisa dimakan buat satu porsi, "Biasanya kalau satu porsi pesannya cuma satu tusuk, Mbak." 

Oalah, pantesan harga satu tusuknya mahal, ternyata memang buat satu porsi. Entah, bodoh banget gue rasanya saat itu. Walaupun tempat makannya ramai, untung enggak ada yang dengar percakapan gue saat itu sama yang punyanya. WKWKWK.

Sumber: Google

Alhamdulillah gue cukup kenyang setelah makan satu porsi. Yang punyanya enggak bohong, satenya benar-benar besar untuk ukuran satu porsi. Wkwkwk.

Selesai makan siang, gue langsung balik ke hotel. Cuma bisa nunggu di lobi aja sambil nunggu jamnya check-in. Tadinya mau jalan-jalan lagi, sih, tapi mengingat cuacanya panas banget di siang bolong, akhirnya gue lebih memilih istirahat dulu sebelum lanjut hunting. Ya, walaupun udaranya dingin, tetap aja kerasa terik mataharinya.

୨୧

Setelah bangun dari tidur siang, gue langsung mandi dan memutuskan buat berjalan-jalan sendiri. Soalnya teman gue yang mau gue ajak ketemuan itu masih kerja, jadi, memang janjian buat jalan-jalannya cuma di hari esoknya.

Gue benar-benar bersyukur, deh, kali ini enggak salah pilih pesan hotel. Karena hotelnya memang cukup dekat kalau mau pergi ke mana-mana. Jadi, karena waktunya sudah cukup sore, gue enggak akan pergi jauh-jauh. Selain enggak punya kendaraan, gue cuma bisa mengandalkan Google Maps sambil jalan kaki. Wkwkwk.

Kulineran selanjutnya gue menuju ke Toko Oen Malang. Kalau gue baca dari Google, toko ini adalah toko es krim yang legendaris. Bisa dibilang legend karena bangunannya yang katanya sudah berdiri sejak zaman Belanda. Selain itu, gue tertarik juga karena menunya kelihatan unik dan enak.

Di situ gue cuma pesan es krim, memang karena niatnya cuma nyicip aja sambil menikmati suasana tokonya. Gue lupa menu apa yang gue pesan, tapi kalau enggak salah, menunya itu salah satu menu favorit yang biasa orang-orang pesan di situ. Untuk harganya pun bisa dibilang enggak terlalu mahal, tapi enggak terlalu murah juga, Standar, lah, ya.

Sumber: archive Instagram wkwk

Habis dari toko es krim, kebetulan harinya sudah gelap, gue putusin buat pergi ke Alun-alun Malang. "Lu ngapain pergi ke alun-alun? Mau lihat orang pacaran?" kata teman gue yang bingung setelah gue kabarin kalau gue lagi duduk-duduk manja di alun-alun.

Enggak sepenuhnya salah, sih. Gue memang sengaja ngabisin malam buat nongkrong lihat keramaian di alun-alun. Capek juga karena gue habis mampir ke mall buat cari-cari souvenir dan sandal buat jalan-jalan besoknya. Kalau di Bogor belum ada alun-alun kota, tapi Alun-alun Malang ini menurut gue alun-alun terluas dan ramai yang pernah gue lihat dan kunjungi. Gue lupa ngabisin waktu di sana berapa lama, tapi yang pasti cukup menghibur bagi gue yang jalan-jalan sendirian. Hahahaha.

୨୧

Esok harinya, gue dijemput sama teman gue ke hotel. Kami berangkat dari pagi supaya bisa jalan-jalan ke banyak tempat. Sebelum berangkat, gue sama dia mampir dulu ke warung pecel. Warung makannya bersih dan agak luas, pilihan makanannya pun beragam. Gue pesan pecel Malang satu porsi ditambah gorengannya. Lumayan bikin kenyang karena porsinya lebih banyak daripada pecel yang sebelumnya biasa gue beli.

Setelah sarapan, gue dan teman gue langsung berangkat ke destinasi tujuan pertama. Sebenernya gue agak malu, sih, nyebut hal ini. Gue lupa destinasi tujuan pertama ini ke mana. Waktu itu memang karena gue sudah menyiapkan banyak list destinasi, jadi, ingatan gue bukan lagi kecampur, melainkan hampir hilang semua. :(

Pokoknya jarak perjalannya cukup jauh, di luar dari kecamatan Blimbing, Malang. Tempat wisatanya bagus dan luas. Dari mulai pintu masuk itu isinya taman dan kolam-kolam ikan sepanjang jalan. Lalu, di tengah halamannya, ada bangunan semacam candi, tapi bukan candi. Kalau diingat-ingat cukup sedih karena sebenernya gue punya banyak dokumentasi foto dan video yang cantik selama di sana. :(


Setelah dari sana, gue dan teman gue menuju destinasi berikutnya, Kampung Warna-warni Jodipan. Tempatnya enggak begitu jauh dari desinasi sebelumnya. Gue pun enggak terlalu lama menghabiskan waktu di Kampung Warna-warni ini. Karena ternyata isinya cuma pemukiman yang rumahnya dicat warna-warni.

No intention to underestimate at all, waktu itu memang gue enggak banyak jalan karena ternyata pemandangannya bisa dilihat dari jauh. First impression gue adalah kawasannya unik. Keren juga satu kampung bisa kompak bikin pemumikannya jadi ladang usaha.

Karena pulang dari Kampung Warna-warni Jodipan itu sudah masuk tengah hari, gue dan teman gue memutuskan buat makan siang dan istirahat sejenak sambil ngobrol-ngobrol. Enggak jauh dari tempat makan, gue mampir sebentar ke pusat oleh-oleh khas Malang. Tempatnya luas banget dan banyak pilihannya. Jujur, gue hampir kalap, sih, kalau enggak ingat waktu dan barang bawaan gue yang sudah banyak buat dibawa sendirian.

୨୧

Menuju sore, enggak afdal rasanya kalau enggak nikmatin senja sambil minum kopi di warung kopi Malang. Kalau menurut gue, seseorang yang memang enggak begitu suka kopi, enggak harus bingung harus cari warung kopi mana yang harus dikunjungi. Karena sesuai julukannya, Malang Kota Seribu Warung Kopi, kalian enggak harus jalan jauh buat nyari-nyari, setiap meter jalan aja sudah banyak berjejer warung-warung kopi yang justru malah enggak pernah sepi.

Enggak afdal lagi rasanya kalau ke Malang, tapi enggak mampir main ke Batu. Gue baru tahu ternyata sentris dari Kota Malang itu sendiri adanya di Kota Batu. Jadi, sudah terlalu lama nongkrong di warung kopi, akhirnya sebelum malam semakin larut, gue dan teman gue langsung melanjutkan perjalanan ke Alun-alun Batu.

Sampai di sana, gue disambut sama suhu yang jauh lebih dingin daripada di Malang Kota. Mungkin karena sudah masuk ke dataran yang lebih tinggi dan dekat gunung. Kawasannya pun ramai banget kalau dibandingkan dengan Alun-alun Kota Malang yang di hari sebelumnya gue kunjungi. Yang bikin gue seneng lagi adalah di sana banyak kulineran yang enak-enak! Jujur, saat itu gue benar-benar hampir kalap dan bingung juga mau jajan apa saking terlalu banyaknya pilihan. Benar-benar surga gue, deh, pokoknya.

Selain kulineran, masih banyak destinasi wisata keren yang belum sempat gue kunjungi. Seenggaknya itu cukup buat bikin gue pengen balik lagi bisa nge-trip ke Malang. Enggak harus sendirian, sih, yang penting balik lagi aja ke sana. Hehehe.

Komentar