Asik, Aku Punya Anak!


Sedikit cerita yang gue ulas di tahun yang sama mengenai lika-liku penentuan nasib yang hampir tidak mencapai ujung, gue akhirnya tersadar akan sesuatu. Gue memang enggak bercita-cita punya profesi menjadi tenaga kesehatan, lebih tepatnya enggak kepikiran.

Namun, berprofesi menjadi pengajar pun bukan keinginan pula, walaupun semasa kecil gue selalu menulis 'guru' saat mengisi kolom cita-cita pada formulir biodata. Mungkin kelihatannya gue punya jiwa pengajar. Apalagi gue sering ajak main anak-anak kecil saat pulang kampung karena enggak punya teman sebaya.

Tapi, setelah gue pikir-pikir, anehnya gue malah merasa nyaman dengan opini itu. Memang terkadang opini dari orang-orang terdekat itu penting untuk bantu mengenal konsep diri. Enggak heran kalau ibu gue ngebet banget mengarahkan gue untuk menjadi pengajar.

Realitanya, takdir yang gue terima berbelok ke arah yang berseberangan. Terkadang, jika takdir berkata lain, inginnya fokus saja pada apa yang lagi dijalani sambil melupakan apa yang sempat diharapi.

Benak gue tiba-tiba menjadi waras dan malah justru berpikir sebaliknya. Kenapa gue enggak jadikan harapan itu kegiatan sampingan yang siapa tahu bisa membuat gue berkembang daripada sebelumnya? Kebetulan sejalan juga dengan misi menjadi aktivis kampus yang tempo hari ceritanya gue tulis.

Kombinasi yang pas adanya waktu dan kesempatan ini bikin gue selalu semangat buat melewati setiap kegiatannya. Seakan-akan memang semesta mengizinkan gue untuk berproses dan melakukan apa yang gue suka. Walaupun terkadang di akhir pekan pengennya istirahat dan enggak ngapa-ngapain, tapi ternyata, bertemu dan mengajar anak-anak sanggup menambal energi gue yang bocor.


Lagi, gue senang jika harus mendedikasikan hidup gue untuk belajar dan berproses. Enggak ada salahnya buat terus berusaha jadi sosok lebih baik dibanding hari kemarin. Hitung-hitung dapat pembelajaran gratis tanpa harus sewa mentor atau mengikuti bimbingan tutor.

Ditambah, manusia yang gue ajar adalah anak-anak yang sekiranya harus hati-hati kalau setiap mau bertindak. Emosinya berubah-ubah enggak cuma tergantung mood, tapi lingkungan dan teman-temannya. Repot urusannya kalau satu sama lain saling slek sampai berantem.

Belum lagi kalau harus ditanya-tanya seputar kehidupan pribadi karena rasa kepo anak-anak yang enggak ada habisnya. Bahaya kalau enggak dijawab dengan tuntas, harus disogok pakai es krim atau ngambek enggak mau dengerin suruhan. Hahahaha.

Yang menariknya, enggak ada kata lelah atau ingin nyerah selama beberapa bulan jadi pengajar. Justru pengen lanjut lagi. Ya, karena gue senang menjalaninya. Kalau kata JKT48 di bait lagu Hari Pertama, "Usaha keras itu tak akan mengkhianati." Gue ikut setuju karena gue mengalami. Kalau enggak mengalami, mungkin jadinya kurang setuju. Usahanya yang masih kurang keras, bukan bait lagunya yang kurang pas.



Komentar