CIC Reunian

Kenalin, mereka adalah member-member CIC!

Sejak gue kenal apa itu internet dan apa aja yang bisa gue akses di dalamnya, dunia maya memang menjadi salah satu tempat yang bisa bikin gue nyaman. Selain punya kebiasaan surfing banyak hal yang bikin gue penasaran, gue suka ngabisin waktu buat ngobrol dengan orang baru di internet.

Kalau click dan sefrekuensi, bisa lanjut saling tukar sosial media dan lanjut ngobrol setelahnya. Tapi, enggak jarang yang akhirnya balik jadi orang asing lagi dan username sosial medianya cuma jadi pajangan aja. Ya, enggak apa-apa, memang terkadang keseruan one night talks itu enggak harus dibawa lanjut ke situasi selanjutnya.

Punya teman virtual itu adalah salah satu hal yang jauh dari kata asing yang ada di dalam kamus hidup gue. Tapi, punya teman virtual yang long lasting memang enggak pernah masuk juga dalam bayangan gue sebelumnya. Masih ingat siapa namanya atau kenal dari mana aja sudah syukur.

Makanya, bisa dibilang kala 2015 lalu, saat pertama kali gue masuk ke dalam komunitas ecek-ecek di salah satu linimasa, menjadi pengalaman pertama gue punya teman virtual yang awet. Awal mula ketemunya saat gue dan masing-masing dari anggota CIC (nama komunitas tersebut) sama-sama masih sekolah. Tahun itu internet dan jejaring media sosial sudah mulai cukup tenar dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.

Perkara tersebut jadi sebuah paduan yang cocok jika dipertemukan oleh remaja seperti gue. Di mana rasa ingin tahu yang mulai memuncak dan semangat bersosialisasi dengan insan-insan asing, serta jiwa eksplorasi yang sulit dihambat.

Berbekal entah dari rasa penasaran, iseng, atau hanya ingin coba-coba, gue akhirnya dipertemukan oleh orang-orang yang sampai sekarang keakrabannya enggak pernah gue bayangkan bisa menyaingi pertemanan di luar media maya.

Pada saat itu gue memang berpikir kalau orang-orang yang gue temui di media sosial enggak cukup bisa gue percaya, tapi banyak juga yang enggak seburuk apa yang gue bayangkan. Namun, kepercayaan itu justru mudah dibetas seiring komunikasi rutin yang gue jalani dengan CIC.

Kalau boleh jujur, gue bisa bilang sebagian besar waktu yang gue punya saat itu lebih sering gue isi hanya dengan mengobrol ngalor-ngidul dengan para anggota. Walaupun hanya terbatas lewat teks obrolan atau sesekali pesan suara melalui free call group, enggak menjadikan keseruan cengkramanya luntur begitu aja.

Perasaan inilah yang sulit gue jelaskan akan asiknya berbincang dengan orang-orang via internet.

୨୧

Pertemuan gue dan para anggota satu sama lain bisa dibilang sukses berat. Enggak cukup menghabiskan waktu hanya secara virtual, kami akhirnya memutuskan membuat janji temu rutin di kehidupan nyata.

Awalnya, sempat ragu kalau pertemuan secara langsung bakal menunjukkan gelagat yang berbeda dari pada bertemu secara virtual, tetapi justru awal mula pertemuan itulah yang makin mempererat hubungan kami.

Sampai akhirnya di tahun ini, genap 5 tahun sejak dari pertemuan awal, gue dan para anggota melakukan pertemuan di acara pernikahan salah dua anggota. Tipikal hal klise yang biasa terjadi di dalam satu komunitas atau kelompok; cinta lokasi.

Tapi, ya, enggak apa-apa. Hitung-hitung bisa membuat reuni kembali setelah beberapa tahun sempat melewati fase sunyi sepi karena anggotanya yang disibukkan oleh kehidupan mereka masing-masing.

Kalau bicara seleksi alam, sudah pasti selalu ada. Gue dan yang lainnya berpikir hal itu cukup wajar hadir di sela-sela perjalanan setiap hidup seseorang. Kami enggak terlalu pusing mengurusi siapa aja yang sudah enggak mau mempertahankan hubungan. Intinya, kapanpun dan siapapun yang masih mau berteman, kami enggak akan segan buat membuka tangan.

Kalau bisa, semoga pertemanan kami bisa sampai punya generasi selanjutnya. Hehe.

Our meet up in 2016

Komentar