Werewolf (Geng WW)

 

Wkwkwkwk. Ketikan ketawa jelek benar-benar kata yang pas untuk mengawali tulisan gue kali ini. Wkwkwk. Sorry ketawa lagi, enggak janji ke depannya bakal enggak ketawa. Karna sekadar melihat namanya aja, benar-benar bisa bikin senyam-senyum sendiri.

Wkwkwkwkwk. Tarik napas. Hembuskan.

Sepertinya tulisan ini enggak bakal serius karena daripada sibuk nulis apa yang mau gue tulis, gue bakal sibuk ketawa atau senyam-senyum enggak jelas sepanjang waktu. Jadi, lebih baik gue percepat. Dengan bangga gue perkenalkan mereka sebagai teman-teman gue di kuliah selain teman kelas gue. Geng Werewolf. Begitulah nama sebelumnya—sebelum berganti nama menjadi Keluarga Papa Bear—dengan anggota yang lebih banyak. Tapi, karena adanya seleksi alam, dia yang kuat dia yang bertahan. Dia yang setia, dia yang bertahan.

Memang benar kata orang, bahwa teman satu frekuensi cenderung lebih klop dan asik. Bisa dibilang pertemuan kami enggak disengaja. Awalnya kami masuk dalam satu grup angkatan mahasiswa baru di kampus, tapi karena jumlahnya enggak terlalu banyak, kami memutuskan untuk kenalan dan bonding satu sama lain. Enggak semuanya, sih. Pokoknya yang saat itu emang pengen SKSD aja, termasuk gue. Singkat cerita, karena kami kurang tahu tempat, kenalan dan penuh bercanda di grup formal, akhirnya kating yang kebetulan satu grup dengan kami pun marah dan menyarankan untuk kami membuat grup lain. Ya, gimana enggak ngamuk, wong satu grup chat penuh karena dibuat main game Werewolf. =))

Ya sudah, karena mainnya sudah kepalang seru, dan kami enggak mau melewati momen bonding, akhirnya kami pindah ke grup baru. Gue membuat grup baru dengan judul Werewolf. Tujuannya memang untuk siapa aja yang mau ikut main game ini. Ya, karena tujuan kami di awal adalah kenalan sama beberapa teman dari beda jurusan, isi grup ini semakin hari enggak cuma buat main game aja. Isinya ngobrol ngalor-ngidul ngomongin tentang tetek bengek ospek, kehidupan real-life, dan main game lagi. Hehe.

Dari awal pertemuan kami memang agak unik, sih. Bahkan sebelum ospek pun, gue malah lebih dekat duluan dengan teman beda jurusan daripada teman satu kelas gue sendiri. Hahahaha. Sesuai dengan apa yang sudah gue sebutin di atas, memang teman satu frekuensi cenderung lebih klop dan asik. Walaupun setelah ospek kami sibuk dengan perkuliahan jurusan masing-masing, itu enggak membuat kebersamaan kami pudar. Kami tetap punya jadwal rutin entah itu sekadar makan malam bareng, main ke pantai, nongkrong di cafe, atau main Werewolf secara nyata di waktu gabut. =))

Komentar