Simulasi Menjadi Bolang


Beberapa minggu setelah ospek, gue mulai menjalani kehidupan perkuliahan yang bisa dibilang masih biasa-biasa aja. Mungkin karena masih baru jadi mahasiswa, kegiatan yang dilalui cuma sebatas masuk dan keluar kelas aja. Jam pembelajaran pun belum terlalu menyita, masih suka ada pulang siangnya kayak jam pulangnya anak sekolah.

Di siang yang cukup terik setiap hari, pulang cepat adalah salah satu bentuk hiburan gue untuk menaikkan suasana hati. Seperti biasa, gue dan teman-teman gue langsung pulang menuju asrama setelah perkuliahan selesai. Lagi pula, kalau mau nongkrong, bingung juga mau nongkrong di mana. Kebanyakan dari kami enggak punya kendaraan pribadi karena expect banyak angkutan umum di sini. Selain itu, gue rasa kalau jalan-jalan pun harus bareng sama warlok biar enggak nyasar atau dibawa ratu pantai.

Selagi menulis tulisan ini, gue tersadar bahwa enaknya kuliah di kampus yang jauh dari kebisingan kota adalah bisa hunting tempat-tempat wisata yang tersembunyi. Jadi, di hari perkuliahan selesai cepat itu, gue dan teman-teman gue punya rencana dadakan buat jalan-jalan ke manapun tempat yang akan dibawa oleh salah satu teman gue yang warga lokal. Mumpung belum banyak kesibukan dan cari kesempatan buat bisa main sama-sama.

"Simulasi menjadi bolang," begitulah kata-kata yang terus-terusan gue dan teman-teman gue katakan sepanjang perjalanan. Enggak tanggung-tanggung, kami dibawa main ke salah satu curug yang ada di sini. Katanya, curug ini pun bukan tempat wisata, jadi, ya masih dibilang alam liar gitu.

Enggak kaget saat dengar curug yang bakal kita kunjungi itu bukan bagian dari tempat wisata karena memang jalan menuju ke sana benar-benar memasuki hutan yang enggak bisa dilalui dengan kendaraan. Gimana enggak, sepanjang perjalanan isinya tanah dan bebatuan, belum lagi harus nyebrangi sungai yang arusnya terasa agak deras. Untung masih siang dan ramai-ramai, jadi, enggak khawatir disasari atau diculik bebegig.





Memang betul, ya, jalan-jalan ke tempat wisata hidden gems itu bakal puas. Walaupun aksesnya sulit, tapi suguhan pemandangan dan suasananya bakal membayar rasa capek yang sebelumnya dirasakan. Jadi, ya, setelah sampai, kami menghabisi waktu buat foto-foto dan menikmati suasana di sana. Menikmati suasana menjadi peri yang turun dari kayangan untuk main air di bumi.

Setelah puas, kami mampir buat makan di saung yang langsung menyuguhkan pemandangan sawah hijau. Makan siang ala Sunda, gitu. Ngobrol-ngobrol juga sambil istirahat karena habis dari perjalanan yang nguras tenaga.

Enggak lama-lama di sana, kami langsung berangkat lagi buat mampir sebentar ke dermaga laut. Cuma buat duduk-duduk dan berfoto buat dijadikan tanda kalau kami pernah main sama-sama ke sana. Tadinya mau sekalian lihat sunset karena waktunya sudah semakin sore, tapi teman gue menyarankan buat pergi lagi menuju pantai barat, tempat yang biasa dijadikan orang-orang buat lihat sunset atau sekadar main pasir dan air.


Sejujurnya, gue sudah berniat buat menulis pengalaman satu ini agak lebih detail. Tapi, keseruan yang gue lalui saat itu benar-benar kerasa sekelebat yang membuat gue cuma bisa nulis, "Iya, seru banget. Jadi pengen main lagiii."

Jadi, ya sudah, adanya cuma segini. Pengennya gue, sih, masih bisa main sama-sama lagi kayak gini. Tapi, masih sebatas keinginan karena, ya, enggak tahu ke depannya bakal ada waktu atau enggak. I just tried to live in this moment; menikmati sunset sambil main pasir dan air, enggak lupa juga bercanda buat narik salah satu orang buat dibasah-basahi.

Begitulah cerita sunset pertama gue di pantai bareng teman-teman gue. Mungkin setelah ini, sunset dan pantai adalah salah satu hal favorit gue dalam hidup. Hehe.

Komentar