Melepas Putih Abu-abu


They said, "High school is one of the best time in your life."

Is it true?

Setelah nulis dua kalimat di atas, gue hembusin napas berat sejenak. Refleks. Tulisan yang diketik kurang lebih 5 detik itu (iya, gue bisa ngetik cepet karena sering main typeracer) bisa nimbulin glitch kilas balik selama 3 tahun gue sekolah. Enggak sampai 3 tahun penuh, sih, itu cuma hiperbola aja. Ya.. menandakan kalau gue kayak habis time-traveling ke masa-masa selama gue sekolah.

Foto pertama yang gue semat di awal halaman ini adalah salah satu foto favorit gue pakai seragam sekolah. Bisa dibilang setengah seragam sekolah, karena setelah pulang sekolah sebelum foto ini diambil, gue ganti seragamnya dengan kaos dan gue tambahin sweater biar kelihatan gaul. Tipikal gaya anak SMP SMA pada zamannya; pakai cardigan atau sweater yang nge-fit badan buat nutupin seragam dan badge sekolahnya.

Apalagi kalau hari Kamis, harinya pakai seragam batik sekolah.

Selain alasan foto favorit, foto ini juga jadi penanda memori akhir dari masa-masa SMA yang udah gue laluin. Balik ke hembusan napas tadi, selain merasa habis time traveling, ada perasaan campur aduk yang timbul juga setelah gue nulis 'high school'Sekadar hembusan napas ternyata bisa multitafsir, ya. Hmm.. kalau ada orang yang baca tulisan gue satu ini, mungkin dia bakal ngira hembusan napas gue itu artinya gue udah melalui hal-hal yang berat. Mungkin loh, ya. Tapi kalau orang itu baca tulisan gue sampai habis, perkiraan dia mungkin aja salah.


Oke, gue semat foto favorit gue yang lain sebagai tambahan intermezzo. Kelihatannya kayak spesial banget, ya? Padahal cuma foto biasa dengan latar hijau rumput dan pohon-pohon yang ada di Kebun Raya Bogor. Ya.. yang enggak bikin biasa itu adalah momennya. Karena foto-foto itu diambil tepat setelah gue pulang dari sekolah habis acara kelulusan.

Jadi, ceritanya, setelah melewati banyak ujian sekolah, kepala sekolah akhirnya ngumumin pengumuman kelulusan. Sebagai bentuk simpati karena pasti beliau tahu betul gimana mumetnya siswa kelas 12 korban kelinci percobaan pemerintah. Ahamdulillah, katanya angkatan gue lulus 100%, tanpa ada siswa yang keluar atau dikeluarkan, dan tanpa siswa yang tinggal kelas. Bisa dibilang solid, dong, ya? Masuk bareng-bareng, keluar pun bareng-bareng. Mereka, terutama gue, merasa jatuh bangun yang enggak mudah dari awal menginjakkan kaki di sekolah ini. Dari mulai males-malesan ngerjain pr atau belajar buat ulangan, sampai harus begadang atau sistem kebut semalam buat nyelesain semua tugas-tugas demi nilai. Makanya, paling enggak, selain acara formal perpisahan yang diadain sekolah, kita juga udah punya acara kecil-kecilan lain yang bermakna buat mengenang masa-masa sekolah.

Pelepasan balon. Sederhana, tapi punya makna yang dalam. Setelah dapat izin dari kepala sekolah, beberapa volunteer angkatan gue nyiapin banyak balon buat dilepas ke langit dan confetti supaya acaranya makin berwarna dan meriah. Kalau kata Pak Denti—kepala sekolah gue—acara ini bermakna harapan. Setelah dipupuk dan dibentuk pondasinya dari segi pendidikan maupun karakter, kini waktunya para guru melepas kami semua untuk terbang mencari peruntungan kami masing-masing, dengan harapan, bekal yang kami bawa cukup untuk membuat kami bertahan di dunia selanjutnya.

Kurang lebih maknanya cocok dengan beberapa artikel yang gue baca dari Google. Tapi bagi gue, pelepasan balon ini ibarat pelepasan beban dan penat yang udah gue bopong selama 3 tahun ke belakang ini. Kalau bisa glitch kisah balik kedua kalinya, masa sekolah gue isinya minim senang-senang. Lebih tepatnya, 'senang-senang' yang gue jalanin ini mostly cuma bareng teman-teman seperjuangan gue. Selain hari libur, hari-hari gue cuma belajar, nugas, belajar lagi, nugas, dan ya, paling ngerjain pr.

Bersama Lily.

Tapi seenggaknya, gue bersyukur dengan hal itu. Banyak hal seneng, sedih, sendu, duka, bahagia (insert all kind of human emotions) yang gue rasakan di masa SMA. Kalau gue tulis di sini, selain keterbatasan waktu dan niat, tulisan ini bakal jadi tulisan yang super panjang. Biarin, deh. Gue bakal selalu ingat masa-masa yang mau gue ingat sebagai bahan yang bakal gue ceritain ke anak gue nanti. Atau ke temen kuliah gue? Temen kerja gue nanti? Atau mungkin beberapa tahun sampai beberapa belas tahun mendatang saat reuni.

Setelah dilihat dari sisi yang lebih besar, paling enggak, gue sudah benar-benar merasakan indahnya masa sekolah, masa SMA, yang banyak diceritakan di lagu-lagu jadul. Walaupun terkadang gue cuma jadi penonton kisah orang lain, justru serunya di situ! Gue merasa jadi pembaca novel teen-lit dan jadi penonton film roman picisan ala anak remaja. Hehe.

Hidup itu seru kalau kita bisa lihat semuanya dari berbagai sisi. Kira-kira kisah seru gue di sekolah bakal terulang enggak, ya, di kuliah??


Komentar